PENDAHULUAN
Masyarakat bangsa Indonesia dewasa
ini berada dalam masa reformasi. Segala-galanya dilimpahkan kepada gelombang
yang sedang mengubah sendi-sendi dasar kehidupan masyarakat dan bangsa
Indonesia. Agenda reformasi pada dasarnya bertumpu kepada upaya untuk demokraatisasi
masyarakat Indonesia. Sungguhpun salah atu agenda reformasi adalah reformasi
pendidikan, tetapi hingga kini boleh dikatakan belum banyak yang kita lakukan
di bidang pendidikan. Hal ini disebabkan kaarena berbicara mengenai seluruh
aspek kehidupan manusia Indonesia. Tanpa pendidikan nilai-nilai daemokratis
sebagai inti dari gerakan reformasi, maka reformasi hanya retorika tanpa makna.
Jadi, pertanyaan yang hakiki ialah
tantangan apa yang dihadapi dalam pembenahan manajemen pendidikan di era reformaasi
dewasa ini? Jawaban terhadap upaya unruk membenahi pendidikan kita, terutama
dalam bidang manajemen berarti pula input bagi kajian ilmu pendidikan atau
pedagogik di Indonesia. Dengan kata lain, apabila tantangan tersebut tidak ada,
maka kehidupan ilmu pendidikan juga tidak akan berkembang. Dalam tulisan ini
akan mencoba menyoroti masalah-masalah yang dihadapi dalam manajemen pendidikan
dalam rangka mereformasi pendidikan.
PEMBAHASAN
A. Makna Desentralisasi
dan Otonomi Pendidikan
Desentralisasi dan otonomi
pendidikan bukanlah bermakna semata-mata membagi proses pengambilan keputusan
atau menyerahkan kekuasaan dai pusat ke daerah tetapi maknanya lebih dalam dari
hal itu. Desentralisasi dan otonomi pendidikan mempunyai makna yang sangat
besar sebagai perwujudan penghargaan atas hak dan kewajiban rakyat untuk
memutuskan sendiri pendidikan untuk anak-anaknya. Desentralisasi dan otonomi
pendidikan berkaitan dengan proses demokratisis. Proses tersebut intinya ialah
memberikan kesempatan kepada rakyat untuk mengambil keputusan di lapangan
mengenai bentuk, proses, keberadaan lembaga pendidikan yang sesuai dengan
tuntutan kehidupannya.
Dengan kata lain desentralisasi dan
otonomi pendidikan bertujuan memberdayakan rakyat. Oleh karena itu,desentralisasi
dan otonomi pendidikan mempunyai dua makna, yaitu :
a.
Pengambilan keputusan
dari rakyat secara langsung atau partisipasi dalam pengambilan keputusan.
b.
Partisipasi dalam
manajemen situsional atau manajemen kepemimpinan oleh rakyat dalam bidang
pendidikan.
Bentuk partisipasi tersebut akan berbeda total
dengan manajemen pendidikan pada masa silam ketika rakyat seakan-akan tidak
mempunyai hak suara dalam manajemen keputusan. Segala sesuatu ditentukan oleh
pemerintah pusat dalam berbagai jenis peraturan. Rakyat dalam hal ini tidak
mempunyai suara, bahkan dipaksa untuk mengikuti segala peraturan yang telah
ditentukan oleh pemeritah.Lama-kelamaan rakyat mulai terasing dari pendidikan
yang seharusnnya merupakan miliknya. Dengan otonomi dan desentralisasi
pendidikan maka kita mengembalikan hak yang telah terampas dari rakyat.
Dalam eforia reformasi seakan-akan hal-hal yang baru
yang akan dihadapi tidak terlihat sehingga dikhawatirkan desentralisasi akan
gagal. Dalam penerapan manajemen pendidikan yang baru perlu dianalisis secara
cermat untuk setiap daerah, terutama mengenai pengambilan keputusan ditempat
yang kadang-kadang meminta waktu dan kemampuan staf yang prima. Apabila
kemampuan sumber daya manusia kurang maka akan terjadi pengambilan keputusan
yang dangkal atau kembali pada kebiasaan-kebiasaan lama.
Perlu disadari desentralisasi akan mengurangi
efisiensi.Kita ketahui bahwa organisasi yang terpusat, yang monolitik
kelihatannya lebih efisien dalam menginvestasi biaya,waktu serta garis komando,
sedang dalam desentralisasi terdapat suatu jalan yang mungkin panjang dan tidak
efektif sehingga memakan biaya yang lebih banyak. Kemudian dalam desentralisasi
akan terasa kekurangan para spesialis dalam masyarakat, sehingga keputusan yang
diambil terpaksa diambil oleh para generalis. Ketrampilan pengambilan
keputusan, perlu dipelajari dan hal tersebut meminta waktu yang cukup panjang.
Selain itu juga, dalam hasil pendidikan antar sekolah menjadi tidak sama, yang
maju akan lebih maju lagi dan sekolah-sekolah yang terbatas sumber daya
manusiannya mungkin akan semakin tertinggal. [1]
B.
Peluang
dan Tantangan Dalam Mengimplementasi Manajemen Pendidikan
Peluang dan tantangan biasanya berlangsung secara
beriringan dalam manajemen organisasi. Peluang dan tantangan adalah sotuasi dan
kondisi eksternal organisasi, yang memberikan pengaruh secara langsung terhadap
kinerja dan eksistensi organisasi.
Penerapan manajemen pendidikan berbasis sekolah
(MPBS) adalah upaya manajemen pemasaran jasa-jasa yang ditawarkan sekolah
kepada penggunannya. Pemasaran yang dimaksud di sini adalah seperti yang
dikemukakan oleh Rangkuti (2002:48),yaitu proses kegiatan yang dipengaruhi oleh
berbagai factor social,budaya,politik,ekonomi dan manajerial.
Berkaitan dengan penerapan manajemen pendidikan
berbasis sekolah,ia adalah inovasi dalam manajemen persekolahan yang dilakukan
atau diterapkan karena besarnya pengaruh kegiatan pemasaran jasa persekolahan
yang dipengaruhi oelh factor social,budaya,politik, ekonomi dan manajerial.
Uraian berikut ini akan menjelaskan berbagai hal
yang berkaitan dengan peluang dan tantangan( factor eksternal) yang dihadapi
dalam menerapkan manajemen pendidikan :
1. Peluang
Peluang
yang dihadapi pada dasarnya cukup besar.Hal ini dapat dilihat dari keinginan
pemerintah memeberikan otonomi yang seluas-luasnya kepada daerah dan sekolah
dalam memenuhi kebutuhannya sebagai bagian dari diterapkannya otonomi
pendidikan dan otonomi sekolah. Reformasi pendidikan mengharuskan diterapkannya
otonomi pendidikan, otonomi pendidikan berarti otonomi yang diberikan kepada
sekolah unutuk mengurus dirinya sndiri tanpa harus keluar dari korodor system
pendidikan.
Pada
saat yang bersamaan, dengan adanya otonomi sekolah maka peluang bagi setiap
kepala sekolah untuk dapat menjalankan misinya dapat terealisir tanpa harus
tergantung dan terikat secara birokratis dengan satuan atasannya.Dengan
diterapkannya manajemen pendidikan berbasis sekolah banyak peluang un tuk lebih
kreatif dalam memimpin sekolah. Jika selalam ini dituntut untuk melaksanakan program yang
telah tersedia dari satuan atasan, saat ini dipaksa harus menciptakan sendiri
program kerja yang sesuai dengan kebutuhan, sekolah maupun kebutuhan
masyarakat.
Penerapan
manajemen pendidikan berbasisi sekolah pada dasarnya akan semakin memungkinkan
tumbuh suburnya sikap inis insiatif dari kepala sekolah. Hal lain yang dapat
dilihat sebagai peluang adlah, isu global tentang pendidikan. Isu global itu
menyangkut dengan perlunya demokratisasi dimulai dari sekolah. Isu ini
mengahruskan lembaga pendidikan menerapakan nilai-nilai demokratis dalam
pendidikan.Yang dimaksud dengan niali-nilai demokratis itu adalah:
a. Sekolah
harus lebih terbuka kepada pelanggan/ pengguna jasa.
b. Mempermudah
akses bagi siapa saja untuk mengetahui kebijakan sekolah secara proporsional.
c. Melakukan
pendekatan dengan duinia usaha.
d. Mengetahui
kebutuhan dan kepentingan stakeholders.
e. Berorientasi
pasa akuntabilitas public
f. Transparan
dalam menggunakan dana pendidikan sekolah
g. Berorientasi
pada pemuasan pelanggan atau penggunaan jasa pendidikan.
h. Menjadikan
stakeholders sebagai mitra yang saling menguntungkan.
i.
Mempersiapkan diri
untuk melakukan perubahan,dll.[2]
2. Tantangan
Tantangan
yang akan dihadapi dalam menerapkan manajemen pendidikan berbasis sekolah, pada
dasarnya bersifat beragam namun terkait erat dengan isu actual mengenai
pendidikan pada saat ini. Isu-isu itu umpamanya antara lain tentang
desentralisasi pendidikan,otonomi sekolah, otonomi kepala sekolah, pembiayaan pendidikan
dan mutu pendidikan.
a.
Desentralisasi
Pendidikan
Desentralisasi
pendidikan merupakan kebijakan nasional seiring dengan berlakunya otonomi
daerah di seluruh wilayah Replubik Indonesia. Manajemen Pendidikan Berbasis
Sekolah (MPBS) adalah implikasi dan konsekuensi logis dengan diterapkannya
desentralisasi pendidikan.
Desentralisasi
pendidikan menguntungkan bagi daerah untuk dapat melaksanakan apa yang menjadi
kebutuhannya.Beranjak dari situ, maka setiap sekolah yang berada disetiap
daerah dan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah (kota dan kabupaten),
memiliki wewenang untuk mendorong sekolah menerapkan manajemen sekolah yang
sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing.
Sebagai sebuah keharusan, manajemen pendidikan
berbasis sekolah akan membawa implikasi yang luas dalam mengelola pendidikan.Desentralisasi
memberikan kesempatan pada semua daerah
untuk dapat mengeloloa pendidikan persekolah yang sesuai dengan
kaarakter daerah dan memberi kesempatan kepada persekolah untuk menentukan
keinginannya sesuai dengan kebutuhan sekolah dan masyarakatnya.
Masyarakat
yang duduk sebagai anggota Komite Sekolah adalah wujud dari implementasi
desentralisasi pendidikan.untuk terlibat secara langsung dengan berbagai
kebijakan sekolah secara proporsional. Masyarakta yang tergabung dalam anggota
komite sekolah, semaknmemahami arah dan kebijakan pemerintah tentang
pendidikan.
b. Otonomi
Sekolah
Sekolah
pada saat ini menjadi unit strategis yang memiliki kewenangan untuk menentukan
apa ynag harus dilakukannya sesuai dengan kebutuhannya tanpa mengabaikan
program Nasional pendidikan secara menyeluruh. Sekolah mempunyai otonom,saat
ini sekolah dapat melakukan ujian sendiri,memeriksa sendiri, dan memberikan
penilaian sendiri. Inilah salah satu bentuk otonomi yang diberikan kepada
sekolah. Sekolah hanya memberikan laporan hasil ujian ke satuan atasannya.
Sangat berbeda sebelum diberikannya otonomi kepada kepala sekolah. Sebelum
diberlakukannya otonomi sekolah, sekolah hanya sebagai pelaksana saja, sedang
segala sesuatu ditentukan dari satuan aatasan mulai dari
perencanaan,pelaksanaan, maateri ujian, penggandaan materi ujian, hingga dalam
memberikan penilaian.
Dengan
berlakunya otonomi sekolah, maka hal itu merupakan tantangan bagi manajemen
persekolahan untuk dapat dimanfaatkan bagi pengembangan sekolah. Manajemen
pendidikan berbasis sekolah, memang menunatut diberlakukannya itonomi sekolah
afar sekolah dapt mengelola dirinya secara mandiri, kreatif,dinamis,memiliki
insiatif dan inovatif dalam mencapai tujuan sekolah.
c. Otonomi
Kepala Sekolah
Pemberian
Otonomi kepada Kepala sekolah, sebagai konsekuensi otonomi sekolah,mengharuskan
kepala sekolah meningkatkan kemampuan intelejensi manajaerialnya.
Intelegensi
manajerial aalah kecerdasan memimpin dan ketramp[ilan mengelola organisasi,
dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada atau yang tersedia,sehingga
dengan seluruh perangakat yang dimiliki organisasi menciptakan sinerji,
diarahkan untuk menuju kepada pencapaian
tujuan organisai secara maksimal dan optimal.
Intelejensi
Manajerial oleh Kydd., Crawford dan Riches (2004:11-13), diklasifikasikannya
sebagai berkut :
1. Mencipta
ü Memiliki
gagasan bagus
ü Menemukan
pemecahan orasinal bagi masalah yang bersifat umum
ü Mengantisipasi
keonsekuensi pengambilan keputusan dan tindakan
ü Menerapkan
pemikiran
ü Menggunakan
imajinasi dan intuisi
2. Merencanakan
ü Mengaitkan
kebutuhan masa kini dengan masa yang akan datang.
ü Mengenali
apa yang penting dan apa yang semata mendesak
ü Mengantisipasi
tren masa depan
ü Menganalisis
3. Mengorganisasi
ü Membuat
tuntutan yang adil
ü Mengambil
keputusan dengan cepat.
ü Berada
di depan bilamana perlu
ü Tetap
tenang dalam situasi yang sulit.
ü Mengetahui
kapan pekerjaan selesai.
4. Berkomunikasi
ü Memahami
orang
ü Mendengarkan
ü Menjelaskan
ü Komunikasi
tertulis
ü Menggugah
sesame untuk berbicara
ü Taktis
ü Bersikap
toleran terhadap kekeliruan sesame
ü Berterima
kasih dan memberikan dorongan
ü Memastikan
setiap orang menerima informasi
ü Memanfaatkan
teknologi informasi
5. Memotivasi
ü Mengilhami
sesama
ü Menyuguhkan
tantangan yang realistis.
ü Membantu
sesama untuk menetapkan tujuan dan target
ü Membantu
sesama untuk menghargai sumbangsih dan prestasi mereka sendiri.
6. Mengevaluasi
ü Membandingkan
hasil dengan niat
ü Menilai
diri sendiri
ü Mengevaluasi
pekerjaan sesama
ü Meralat
kekeliruan di mana perlu
Kekuasaan
dan wewenang ini terkait dengan tanggung jawab kepala sekolah untuk
meningkatkan kinerja dan akuntabilitas sekolah yang dipimpinnya. Otonomi
sekolah sebagai bagian desentralisasi pendidikan, dimana manajemen pendidikan
berbasis sekolah diterapkan, mengahruskan kepala saekolah melakukan berbaga
perencanaan yang dapat memanjukan sekolah kearah yang sesuai dengan kebutuhan
sekolah itu dan kepentingan masyarakat sebagai pengguna jasa pendidikan.[3]
d. Pembiayaan
Pendidikan
Dilihat
dari perspektif pembiayaan pendidikan,pelaksanaan otonomi daearah mengakibatkan
terajadinya perubahan dalam system alokasi dan manajemen pembiayaan pendidikan.
Diantaranya adalah semakin berkurangnya peranan pusat dalam maenentukan
berbagai kebijakan yang berkenaan dengan penggunaan anggaran pendidikan.
Kewenangan Pemerintah pusta terbatas pada penetapan kebijakan yang bersifat
makro dalam bentuk pengaklokasian anggaran-anggaran untuk sekolah dengan
mengikuti standar rata-rata, sedangkan kebijakan-kebijakan yang bersifat mikro
seperti alokasi dan distribusi anggaran pendidikan ke sekolah menjadi
kewenangan daerah( dalam hal ini pemerintah kabupaten)[4]
Implikasi
diterapkannya manajemen pendidikan berbasis sekolah, adalah pemberian wewenang
kepada sekolah untuk mengelola dana sendiri.Sekolah diberi kewenangan untuk mencari
dana dan menggunakannya dengan prinsip akuntabilitas dan transparansi. Dengan
kewenangan tersebut, maka setiap sekolah berupaya memperoleh dana dari
masyarakat,baik masyarakat pengguna jasa sekolah( orang tua peserta didik)
maupun anggota masyarakat dan dunia usahan,tetapi bersifat tidak mengikat.
e. Mutu
dalam Pendidikan
Isu tentang mutu menjadi variabel determinan
ketika pendidikan telah menjadi perhatian seluruh masyarakat. Mutu selalu
dibicarakan karena adanya keraguan-keraguan dari masyarakat terhadap produk
pendidikan.
Proses
yang ingin dicapai dari penerapan manajemen pendidikan berbasis sekolah adalah
bagaimana agar setiap sekolah dapat mencapai tujuan sekolah. Pencapaian tujuan
sekolah yang sesuai dengan tuntutan kinerja sekolah, disebut sebagai proses
bermutu. Oleh karena itu, mutu proses akan menghasilkan mutu hasil atau produk,
dan untuk mendapatkan proses dan hasil yang bermutu,diperlukan adanya upaya
dari manajemen sekolah untuk memenuhi tuntutan mutu, karena memang itulah yng
menjadi harapan dan keinginan masyarakat pengguna jasa pendidikan.
Kepuasan
pelanggan pendidikan(orang tua pesrta
didik maupun dunia usaha) merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai
melalui penerapan manajemen pendidikan berbasis sekolah.
Kepuasan itu
dapat diartikan sebagai implikasi dari proses pendidikan dan pembelajaran yang
bermutu.
PENUTUP
Dari
pemaparan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dalam penerapannya manajemen
pendidikan berbasis sekolah menerapkan sistm desentralisasi yang mana
didalamnya terdapat peluang dan tantangan dalam menerapkan manajemen tersebut.
Peluang
yang dihadapi cukup besar, dikarenakan pemerintah memberikan otonomi yang
seluas-luasnya kepada daerah dan sekolah dalam memenuhi kebutuhannya.
Selain
peluang, terdapat juga tantangannya yaitu pada dasarnya bersifat beragam namun
terkait erat dengan isu aktual mengenai pendidikan pada saat ini,isu yang
berkaitan dengan konteks pendidikan,menjadi isu yang telah mempengaruhi opini masyarakat tentang
pendidikan. Isu-isu itu antara lain tentang desentralisasi pendidikan, otonomi
sekolah, otonomi kepala sekolah,pembiyaan pendidikan dan mutu pendidikan.
Saya
menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini, dikarenakan masih
sedikitnya pengetahuan saya serta referensi yang terbatas.
Semoga
makalah ini dapat bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Tilaar,H.A.R.2003.Kekuasaan dan Pendidikan.Magelang:IndonesiaTera
Supriadi,Dedi.2003.Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah.Bandung:
PT.Remaja Rosdakarya
Siahaan,Amiruddin.,W,Khairuddin.,Nasution,Irwan.2006.Manajemen PendidikanBerbasis Sekolah.Ciputat:Quantum
Teachin
[1]H.A.R Tilaar,Kekuasaan dan
Pendidikan,IndonesiaTera,Magelang,2003,hal 265-266
[2] Amiruddin Siahaan,Khairuddin,Irwan Nasution,Manajemen Pendidikan
Berbasis Sekolah,Quantum Teching(Ciputat Press Group),Ciputat,2006,hal.95-102
[3] Ibid,hal.103-113
[4]Dedi Supriadi,Satuan Biaya
Pendidikan Dasar dan Menengah,PT Remaja Rosakarya,Bandung,2003,hal.15-16